Senin, 14 September 2009

NILAI ENDEMIK PULAU SIBERUT

Di Pulau Siberut, 65% mamalia dan 15% fauna Siberut adalah endemik. Hal ini , dengan luasan yang terbatas, menjadikan pulau Siberut unik di dunia (WWF, 1980). Mamalia Pulau Siberut, khususnya primate, adalah fenomenal (Kristijono, 1997). Dari 29 mamalia yang tercatat di Pulau Siberut, 21 spesies endemic. Flagship spesies yang paling dicatat di antara mamalia endemic adlah 4 jenis primate, yaitu, Bilou (Hylobates klossii), Joja (Presbytis potenziani), Simakobu (Simias concolor) and Bokkoi (Macaca pagensis).
Sebagai tambahan untuk mamalia laut, termasuk dugong telah ditemukan di Siberut. Dari 134 spesies burung yang ditemukan di Siberut, 19 spesies endemic pada beberapa level taksonomi. 27 famili burung yang ditemukan di Sumatra tidak ditemukan di Siberut, membuktikan Siberut memiliki ekosistem kepulauan yang sangat berbeda dengan Sumatra. Karena isolasi yang panjang, sebagian besar spesies tetap memiliki karakter primitive, dan membuatnya menjadi penting bagi penelitian evolusi. Keempat primate membuat Siberut unik, karena tidak ada tempat lain di dunia yang memiliki kepadatan primate endemic per unit area seperti yang dimiliki Mentawai (WWF 1980). Primata Siberut tergantung pada hutan primer untuk ketahanan mereka. Tiga dari empat spesies adalah arboreal dan akan jarang atau tidak pernah tinggal di tanah. Bilou menghabiskan 66,66% waktunya di hutan primer, Joja 53,35%, Simakobu 50,02%, dan Bokkoi 53,20% (LIPI 1995). Dengan ketergantungan terhadap hutan primer, terutama hutan Dipterokarp, maka jenis Bilou merupakan primata yang sangat rentan terhadap perubahan tataguna lahan, misalnya penebangan hutan primer, baik untuk tujuan produksi kehutanan maupun produksi-produksi lainya (LIPI 1997).

Beberapa seri sensus yang dilakukan oleh D. Whittaker telah menunjukkan bahwa kepadatan populasi Kloss gibbons (Hylobates klossii) di Siberut Utara 2 kali lebih tinggi dari pada di taman nasional, dan 4 kali lebih tinggi daripada di pulau Sipora dan Pagai. Juga telah diketahui bahwa populasi primata dan habitatnya sangat terganggu oleh kegiatan pembalakan kayu di pulau Sipora dan Pagai.(Fuentes & Olson, 1995). Keempat primate tersebut juga masuk dalam daftar merah IUCN (IUCN Red List). Simias concolor and Presbytis potenziani masuk daftar sebagai spesies langka (endangered species), dan terancam punah. Oleh karena kedua spesies tersebut arboreal, logging skala besar akan mengurangi habitat mereka, oleh karena itu membahayakan tingkat ketahanan mereka. Simias concolor masuk daftar sebagai salah satu dari 25 primata paling terancam di dunia (Mittermeier et al 2005). Analisis terhadap tengkorak Simias concolor, yang secara tradisional dikumpulkan di rumah-rumah menunjukkan bahwa Simias concolor betina lebih rentan untuk diburu karena mereka lebih lambat daripada jantan (Kawamura 1977). Hal ini akan mempengaruhi reproduksi dari spesies tersebut, juga karena Simias concolor tinggal dalam grup keluarga yang kecil, dan menghadapi kesulitan untuk unit reproduksi keluarga kembali sekali sudah terganggu. Areal PT.SSS di Siberut Utara diduga masih memiliki 40% dari seluruh populasi Simias concolor (Abegg 2004).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar